Makin Banyak Badan Publik di Jatim Sadar dan Komit Beri Layanan Keterbukaan Informasi Publik

KI Jatim - Makin banyak badan publik di wilayah Provinsi Jatim yang meneguhkan komitmennya dalam mewujudkan transformasi digital dan spirit keterbukaan informasi publik (KIP). Tidak terkecuali, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Jatim.

Kebijakan tersebut bukan tanpa dasar kuat. Sebab, keterbukaan informasi sudah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Selain itu, hak atas informasi juga merupakan salah satu mandat yang tercantum dalam UUD 1945, tepatnya di Pasal 28 F.

Rabu (24/7) kemarin, giliran Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Jatim yang menyosialisasikan Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2021 tenten Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). OPD yang berkantor di Jalan A. Yani 152-B, Kota Surabaya, itu juga menghadirkan perwakilan UPT dan cabang dinas dari seluruh wilayah Jatim. Harapannya, ke depan mereka semakin meningkatkan layanan informasi kepada masyarakat.

Hadir sebagai narasumber workshop bertema Pelayanan Informasi Publik dan Media Daring itu Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Jatim A. Nur Aminuddin, Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim Soni Rustanto, dan Amylia Pratamma Sari, ketua Tim Kerja Sub Substansi Penyusunan Program (Sungram).

Dalam kesempatan tersebut, Soni mengatakan pentingnya mengelola layanan keterbukaan informasi di lingkungan OPD Dinas Perikanan dan Kelautan. Termasuk UPT dan cabang dinas. Pasalnya, instansi itu merupakan tempat menjaring aspirasi di tingkat bawah. Dia berharap, layanan permohonan informasi dan pengaduan masyarakat dapat berjalan baik dengan tanpa menimbulkan sengketa informasi publik.

Sementara itu, Aminuddin menyampaikan keterbukaan informasi era sekarang sudah menjadi nadi di semua aspek kehidupan. Informasi menjadi begitu penting. Tuntutan transparansi informasi di segala sektor yang serba mudah, cepat, dan berbiaya ringan menjadi kebutuhan masyarakat. Karena itu, sudah menjadi keniscayaan bagi semua badan publik untuk cepat beradaptasi.

‘’Hal itu sejalan dengan salah satu tujuan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008. Salah satu di antaranya mendorong partisipasi publik dalam keputusan-keputusan badan publik yang berkaitan langsung dengan hajat masyarakat banyak,’’ ungkap Aminuddin, yang juga Kabid Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) KI Jatim itu.

Dalam pelayanan keterbukaan informasi publik, lanjut dia, badan publik harus betul-betul memahami klasifikasi informasi. Apa itu informasi berkala, informasi setiap saat, informasi serta-merta, dan informasi dikecualikan. Dengan demikian, badan publik tidak lagi salah dalam menginformasikan informasi publik serta menjawab permohonan informasi dari masyarakat.

Seperti sudah diatur dalam PerKI Nomor 1 Tahun 2021, setiap badan publik mesti memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Dan, pimpinan badan bersangkutan mesti memberikan support kepada PPID. Mulai dari penyediaan SDM yang berkompeten, sarana-prasarana, hingga kecukupan anggaran operasional. Sebab, PPID memiliki peran vital dan strategis di era tranformasi digital sekarang. ‘’Layanan informasi dan dokumentasi itu dilakukan secara cepat, murah dan efektif,’’ tegasnya.

Aminuddin menambahkan, badan publik juga mesti mengembangkan layanan informasi publik dengan multiplatform. Termasuk melalui website dan sosial media. Dengan demikian, informasi tentang badan publik beserta kinerja atau kegiatannya dapat cepat dan muda diakses masyarakat.

Salah seorang penanya Amalia mengharapkan, melalui workshop tersebut dapat diketahui spesifikasi informasi serta hak dan kewajiban badan publik dalam memberikan informasi pada masyarakat dengan benar. Jangan sampai informasi yang sudah diberikan dengan niat baik, tetapi disalahgunakan oleh pemohon informasi.

Menanggapi itu, Aminuddin mengungkapkan, pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 juga telah diatur tentang ketentuan pidana. Dalam Pasal 51, misalnya disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 5 juta. (ris)